Sabtu, 11 Desember 2010

PENDIDIKAN MENYENANGKAN DENGAN CERITA

Anda pernah mengalami anak Anda susah untuk makan, bandel jika disuruh mandi, menolak jika datang waktu untuk pergi ke sekolah? Beberapa tipe anak akan dengan mudah dapat diberitahu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Namun tidak sedikit juga yang mengalami kesulitan dalam melakukan pendidikan sehari-hari terhadap anaknya.
Tidak sedikit orang tua yang kemudian tidak terus menggali dan mengembangkan kemampuannya dalam mendidikan anak. Para orang tua kebanyakan percaya pada orang lain. Guru di sekolah, kiyai di tempat mengaji, atau tutor di tempat les adalah figur yang menjadi andalan orang tua untuk memasrahkan pendidikan anaknya.
Hal yang banyak tak disadari oleh orang tua adalah peran penting mereka. Andaipun mereka menyadari itu, tidak jarang orang tua lupa akan urgensi peran mereka. Nilai penting orang tua berhubungan dengan kedekatan mereka dengan anak, ikatan batin yang kuat dengan anak. Sebagian besar menyadari ini, meski tidak banyak yang bisa menerapkan kesadaran ini dalam bentuk perilaku mendidik yang nyata terhadap anak. Urgensi adalah hal yang lebih banyak dilupakan. Nilai urgensi ini berhubungan dengan banyaknya waktu yang dihabiskan dengan anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah hingga 75-80%. Karena itu, peran orang tua jauh lebih besar dalam memberikan pendidikan harian buat anak.
Hal pertama yang perlu dipahami oleh orang tua adalah karakteristik anak. Orang tua akan sedikit terkurangi rasa pusingnya dalam mendidik anak jika mereka sadar bahwa anak memang punya kecenderungan untuk mencari perhatian, menolak perintah (negativism) dan rasa ingin tahu tinggi yang susah dibendung. Tidak hanya mengenali atau memahami, yang terpenting kemudian adalah bagaimana mengelola karakteristik tersebut untuk pendidikan sehari-hari anak.
Susahnya, anak punya kecenderungan memuntahkan perintah dan mengikuti hasratnya sendiri. Kecenderungan ini akan menjadi-jadi jika mereka diperintah atau dilarang. Oleh karena itu, orang tua membutuhkan cara mendidik yang lebih lunak tapi tetap efektif.
Anak membutuhkan stimulus, bukan instruksi. Stimulus lebih ramah daripada perintah. Stimulus seharusnya dikemas secara tepat, sehingga anak merasa tertarik terhadap stimulusnya dan tergerak untuk melakukan apa yang diinginkan. Stimulus yang ramah adalah bertanya dan bercerita.
Pertanyaan merupakan stimulus bersistem terbuka. Anak akan menciptakan jawabannya sendiri. Jika orang tua menginginkan peruabahan, maka pertanyaan seharusnya bisa menjadi stimulus anak untuk berubah. Denngan bertanya, anak secara simultan akan menciptakan jawaban dalam pikiran dan imajinasinya. Mereka akan merancang, membayangkan apa yang terjadi dan mewujudkannya dalam perbuatan mereka.
Seperti halnya pertanyaan, cerita juga merupakan sistem terbuka yang berfungsi membuat stimulus untuk perubahan perilaku anak. Cerita juga menciptakan gamabaran akan peristiwa, merangsang imajinasi anak dan mengajak anak untuk membuat perilaku yang adaptif. Dibandingkan dengan pertanyaan, keunggulan cerita adalah: 1) lebih menghibur, sehingga efektif untuk menarik perhatian anak, 2) lebih luas dalam merangsang imajinasi dan memperbanyak kemungkinan efek perilaku yang diinginkan, 3) cerita memungkinkan untuk digabung atau ditambah pertanyaan, sehingga efek positif dari metode bertanya juga terkandung dalam bercerita.
Namun demikian, tidak semua orang tua mudah untuk menyajikan cerita yang efektif untuk perubahan perilaku anak. Dibutuhkan latihan dan pembiasaan dengan segera melakukan dari sekarang. Karena itu, orang tua butuh melatih diri dengan pendidikan melalui cerita.

Kamis, 02 September 2010

Tips Bersahabat dengan Televisi

Televisi merupakan suatu media yang bisa memberikan banyak informasi tentang dunia ini. Televisi juga merupakan media hiburan sekaligus  media edukasi buat semua anggota keluarga termasuk si kecil. Tetapi sadarkah kita bila televisi bisa juga menjadi role  model bagi anak-anak kita. Sering kali anak-anak bertingkah laku seperti apa yang diperankan model di sinetron atau film tayangan televisi. Apa yang seharusnya kita lakukan sebagai orang tua dalam memberikan informasi, hiburan serta edukasi yang ada di dalam tayangan-tayangan televisi. Apa kita harus melarang si kecil dalam mendapatkan hal tersebut?? Berikut tips yang bisa kita   lakukan untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin saja bisa muncul sebagi efek dari menonton televisi.
  1. Tetapkan Waktu Yang Pasti. Pertama-tama, pastikan waktu serta batasi durasi menonton televisi bagi si kecil. Jika memungkinkan, duduk dan dampingi anak saat menonton televisi selama jam menonton berlangsung tersebut. Jika Anda tengah sibuk di dapur atau sedang mengerjakan hal-hal lain, berusahalah untuk tetap memantau apa saja yang sedang ditonton . Biasakan untuk meninggalkan televisi ketika waktu ibadah telah tiba (waktu magrib/waktu isa).
  2. Pelajari Hubungan Televisi & Pelajaran. Tidak semua program televisi buruk. Seperti yang telah diuraikan di atas, televisi juga mengajarkan banyak hal berguna  bagi si kecil. Untuk itu, arahkan dan dorong si kecil untuk lebih menyukai acara-acara jenis pelajaran namun tidak menggurui seperti Discovery, Animal Planet, History Channel dan sejenisnya. Acara-acara anak seperti Disney Channel dan Cartoon.  Jangan biarkan si kecil menonton acara yang tidak mendidik seperti sinetron yang mengandung konflik rumahtangga, kekerasan, unsur seks maupun acara yang mengekspos kata-kata kasar.                                                  
  3. Hindari memanfaatkan televisi sebagai baby sitter. Di tengah kesibukan kerja, para orang tua lebih merasa aman dan tenang jika si kecil duduk manis di depan televisi ketimbang main di luar. Tingginya angka kejahatan dan serta kekacauan lalulintas yang ada membuat orang tua mengkhawatirkan keselamatan putra-putrinya. Tetapi televisi bukan penjaga anak yang baik, kita sebagai orang tua seharusnya bisa memilah acara yang baik bagi si kecil, sebagai pengganti kegiatan, orang tua bisa memberikan aktifitas positif seperti ikut les atau kursus, berolahraga, berkebun, mewarnai, membantu memasak, bahkan membuat kerajinan tangan yang berguna bagi si kecil.
  4. Buat Peraturan yang Tepat dan Jadilah Teladan. Orang tua adalah model untuk anak-anaknya. Sebelum membuat batasan untuk anak sebaiknya orang tua membuat batasan bagi diri sendiri, misalnya acara menonton orang tua bukan sebagai kegiatan rutin dimana setiap saat orang tua duduk manis di depan televisi tetapi acara menonton merupakan acara untuk mengusir rasa bosan atau menghilangkan rasa lelah semata. Dengan batasan itu maka tentukanlah jadwal menonton bagi anak dan keluarga. Jangan membiarkan anak menonton televisi saat makan atau saat belajar apalagi membiarkan anak menonton televisi sebagai kegiatan penghantar tidur.
  5. Diskusikan Adegan Anti Sosial di Televisi. Ajaklah si kecil untuk membahas: Apakah kata-kata kasar yang diucapkan patut ditiru? Apakah perilaku kekerasan itu layak dicontoh? Apakah setiap masalah harus diselesaikan dengan berkelahi? Biasakan untuk mendiskusikan dan bandingkan nilai-nilai yang ada dalam televisi dengan nilai agama dan moral sehingga anak tidak hanya menerima mentah-mentah adegan yang di tayangkan di televisi.

Selasa, 31 Agustus 2010

Televisi & Anak-anak

Sejak pertama kali ditemukan, televisi telah memiliki daya tariknya sendiri jika dibandingkan dengan media lain. Adanya gambar bersuara yang terlihat seperti hidup tentu saja membuat televisi menjadi barang ajaib pada waktu itu. Selain itu dengan segala kelebihan yang dimilikinya, televisi mampu menyita perhatian penontonnya tanpa batasan usia, mulai usia dewasa, remaja hingga anak-anak. Dan dari kelompok usia tersebut, nampaknya, kelompok usia anak-anak lah yang saat ini perlu menjadi fokus perhatian kita.

Di zaman yang semakin terbanjiri oleh berbagai informasi dan membludaknya inovasi-inovasi teknologi, sebagai orang tua, kita harus semakin jeli dan kritis terhadap media tersebut, terutama jika menyangkut interaksinya dengan anak-anak kita.

Dari waktu ke waktu, televisi dan anak-anak telah menjadi sebuah perpaduan yang sangat kuat. Tak banyak hal lain, dalam kebudayaan kita yang mampu menandingi kemampuan televisi yang sangat luar biasa dalam ‘menyentuh’ anak-anak. Hal ini dikuatkan pula oleh catatan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) yang mengemukakan bahwa di Indonesia, interaksi anak-anak dan TV termasuk sangat tinggi. Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton televisi selama berjam-jam setiap hari. Dan pada tahun 2002 jumlah jam menonton TV pada anak adalah 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/tahun. Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di Sekolah Dasar yang tidak mencapai 1000 jam/tahun.

Dengan interaksi yang begitu intens dan diluar batas normal tersebut, menjadi wajar jika media tersebut akhirnya memberikan dampak negatif bagi anak-anak kita. Tak kurang banyak kasus-kasus memprihatinkan yang terjadi akibat dampak media terutama siaran televisi di Indonesia. Misalnya, akibat meniru adegan di televisi, seorang anak kehilangan nyawanya. Maliki yang berusia tiga belas tahun, tewas setelah mempraktikkan adegan bunuh diri dalam film India di televisi. Rentetan kasus dampak negatif televisi seakan tidak ada habisnya. Masih segar dalam ingatan, kasus "Smack Down" yang juga menelan korban jiwa. Reza, seorang siswa Sekolah Dasar menjadi korban, setelah temannya mempraktikkan adegan smack down kepadanya. Ternyata kasus Reza bukan kasus yang terakhir, ada kasus lainnya di Bandung yang berkaitan dengan tayangan Smack Down. Angga Rakasiwi yang berusia 9 tahun, seorang murid Sekolah Dasar Babakan Surabaya 7 di Kiaracondong, memar-memar karena bermain ala Smack Down dengan teman sekelasnya. Raviansyah (5 tahun), murid sebuah Taman Kanak-kanak di Margahayu Kecamatan Margacinta, terluka setelah bermain Smack Down dengan temannya. Raviansyah bahkan kabarnya sempat muntah darah.
Lantas, patutkah bagi kita membiarkan dampak yang seolah-olah wajar tersebut menjadi suatu hal yang benar-benar wajar?. Apa yang harus kita lakukan sebagai orang tua?.

Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh YPMA, terdapat satu konsep yang menjadi fokus perhatian, yang bisa kita jadikan pertimbangan untuk dilakukan dalam menangani persoalan damak media kepada anak. Konsep tersebut adalah Media Literacy atau yang lebih dikenal dengan istilah Melek Media. Secara sederhana, konsep ini dapat dimengerti sebagai suatu kemampuan dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan, serta meliputi pengetahuan tentang bagaimana fungsi media bagi masyarakat. Kemampuan ini tentu saja sangat penting dimiliki oleh orang tua maupun guru yang diharapkan mampu mentransferkan kepada anak-anak.

Titik berat materi Pembelajaran Melek Media, salah satunya ditekankan pada media televisi, mengingat media ini paling banyak diakses oleh anak-anak. Pokok bahasan yang diajarkan adalah:
1. Mengapa melek media penting
2. Jenis-jenis acara televisi
3. Fungsi dan pengaruh iklan
4. Karakteristik televisi
5. Dampak menonton televisi
6. Menonton TV dan kegiatan lain
7. Memilih acara televisi yang baik
8. Televisi sebagai sumber belajar

Dengan memberikan Pembejaran Melek Media kepada anak-anak yang dilakukan atas kerjasama orang tua dan guru, diharapkan anak dapat memahami dan mengapresiasi tayangan yang dia tonton. Selain itu, anak-anak juga diharapkan mampu menyeleksi jenis acara yang ditonton, dapat mengambil manfaat dari acara ditonton, mengetahui batasan dan mau membatasi jumlah jam menonton, sehingga hal ini memungkinkan anak-anak tidak mudah terkena dampak negatif media, terutama televisi.

Sumber referensi:
www.kidia.org, www.kpi.go.id


Buletin Edisi Maret 2010


Salam Redaksi


Salam Ceria,,,
Alhamdulillah,,, Akhirnya, edisi kedua bulletin ini terbit juga,,, Tema utama pada edisi kedua ini mengupas tentang tayangan yang baik bagi anak. Beberapa informasi tentang televisi, program-program tayangannya, serta bagaimana interaksi dan dampaknya bagi anak-anak kita, tersaji secara ringkas namun jelas dalam rubrik Highlight. Selain itu, yang juga menarik, di edisi ini kami akan berbagi informasi, oleh-oleh kami berkunjung ke TPA Makara, sebuah taman pengembangan anak di Jakarta. Kemudian  tak lupa, dalam edisi ini pembaca bisa melihat hasil dokumentasi, yang sayang jika terlewatkan, dari kegiatan-kegiatan belajar yang dilaksanakan di PAUD Anak Ceria ini.  Bagi para pembaca , selamat menikmati,,, semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat &  menginspirasi,,,, :)