Sejak pertama kali ditemukan, televisi telah memiliki daya tariknya sendiri jika dibandingkan dengan media lain. Adanya gambar bersuara yang terlihat seperti hidup tentu saja membuat televisi menjadi barang ajaib pada waktu itu. Selain itu dengan segala kelebihan yang dimilikinya, televisi mampu menyita perhatian penontonnya tanpa batasan usia, mulai usia dewasa, remaja hingga anak-anak. Dan dari kelompok usia tersebut, nampaknya, kelompok usia anak-anak lah yang saat ini perlu menjadi fokus perhatian kita.
Di zaman yang semakin terbanjiri oleh berbagai informasi dan membludaknya inovasi-inovasi teknologi, sebagai orang tua, kita harus semakin jeli dan kritis terhadap media tersebut, terutama jika menyangkut interaksinya dengan anak-anak kita.
Dari waktu ke waktu, televisi dan anak-anak telah menjadi sebuah perpaduan yang sangat kuat. Tak banyak hal lain, dalam kebudayaan kita yang mampu menandingi kemampuan televisi yang sangat luar biasa dalam ‘menyentuh’ anak-anak. Hal ini dikuatkan pula oleh catatan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) yang mengemukakan bahwa di Indonesia, interaksi anak-anak dan TV termasuk sangat tinggi. Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton televisi selama berjam-jam setiap hari. Dan pada tahun 2002 jumlah jam menonton TV pada anak adalah 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/tahun. Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di Sekolah Dasar yang tidak mencapai 1000 jam/tahun.
Dengan interaksi yang begitu intens dan diluar batas normal tersebut, menjadi wajar jika media tersebut akhirnya memberikan dampak negatif bagi anak-anak kita. Tak kurang banyak kasus-kasus memprihatinkan yang terjadi akibat dampak media terutama siaran televisi di Indonesia. Misalnya, akibat meniru adegan di televisi, seorang anak kehilangan nyawanya. Maliki yang berusia tiga belas tahun, tewas setelah mempraktikkan adegan bunuh diri dalam film India di televisi. Rentetan kasus dampak negatif televisi seakan tidak ada habisnya. Masih segar dalam ingatan, kasus "Smack Down" yang juga menelan korban jiwa. Reza, seorang siswa Sekolah Dasar menjadi korban, setelah temannya mempraktikkan adegan smack down kepadanya. Ternyata kasus Reza bukan kasus yang terakhir, ada kasus lainnya di Bandung yang berkaitan dengan tayangan Smack Down. Angga Rakasiwi yang berusia 9 tahun, seorang murid Sekolah Dasar Babakan Surabaya 7 di Kiaracondong, memar-memar karena bermain ala Smack Down dengan teman sekelasnya. Raviansyah (5 tahun), murid sebuah Taman Kanak-kanak di Margahayu Kecamatan Margacinta, terluka setelah bermain Smack Down dengan temannya. Raviansyah bahkan kabarnya sempat muntah darah.
Lantas, patutkah bagi kita membiarkan dampak yang seolah-olah wajar tersebut menjadi suatu hal yang benar-benar wajar?. Apa yang harus kita lakukan sebagai orang tua?.
Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh YPMA, terdapat satu konsep yang menjadi fokus perhatian, yang bisa kita jadikan pertimbangan untuk dilakukan dalam menangani persoalan damak media kepada anak. Konsep tersebut adalah Media Literacy atau yang lebih dikenal dengan istilah Melek Media. Secara sederhana, konsep ini dapat dimengerti sebagai suatu kemampuan dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan, serta meliputi pengetahuan tentang bagaimana fungsi media bagi masyarakat. Kemampuan ini tentu saja sangat penting dimiliki oleh orang tua maupun guru yang diharapkan mampu mentransferkan kepada anak-anak.
Titik berat materi Pembelajaran Melek Media, salah satunya ditekankan pada media televisi, mengingat media ini paling banyak diakses oleh anak-anak. Pokok bahasan yang diajarkan adalah:
1. Mengapa melek media penting
2. Jenis-jenis acara televisi
3. Fungsi dan pengaruh iklan
4. Karakteristik televisi
5. Dampak menonton televisi
6. Menonton TV dan kegiatan lain
7. Memilih acara televisi yang baik
8. Televisi sebagai sumber belajar
Dengan memberikan Pembejaran Melek Media kepada anak-anak yang dilakukan atas kerjasama orang tua dan guru, diharapkan anak dapat memahami dan mengapresiasi tayangan yang dia tonton. Selain itu, anak-anak juga diharapkan mampu menyeleksi jenis acara yang ditonton, dapat mengambil manfaat dari acara ditonton, mengetahui batasan dan mau membatasi jumlah jam menonton, sehingga hal ini memungkinkan anak-anak tidak mudah terkena dampak negatif media, terutama televisi.
Sumber referensi:
www.kidia.org, www.kpi.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar